' type='text/javascript'/>

You Are Reading

0

Belajar Dari Masa Lalu Tentang Daya Pikat Insentif

Unknown Jumat, 03 Januari 2014 ,
Sahabat berbagi yang baik yuk mengambil pelajaran dimasa lalu tentang Program pemberian insentif untuk para karyawan. Program pemberian insentif dalam menggantikan peranan kenaikan gaji atau upah karyawan kini makin meluas dipakai di mancanegara.


Insentif

Di perusahaan-perusahaan Indonesia pun sudah mulai dikenal. Sebuah negara yang sedang pesat-pesatnya menerapkan pola ini adalah Amerika. Tapi pemberian insentif harus didukung perencanaan dan data yang kuat. Tanpa itu bisa jadi boomerang untuk perusahaan itu sendiri. Pertanyaannya apakah perusahaan sahabat berbagi sudah memberlakukan kebijakan tersebut?

Apakah Sahabat berbagi ingin tahu hasilnya atas kebijakan tersebut? The Result are very dramatic man !!! Ketika perusahaan Reebok International mencatat rekor laba tertinggi di Tahun 1987, CEO perusahaan itu Paul Fireman (44 Tahun) berhak atas bonus sebanyak US$15.066.700 (sekitar Rp.26,25 milyar). Ini menempatkan Fireman sebagai salah satu eksekutif highest sallary di Amerika. Para pemilik saham tidak sedikit pun melontarkan kata-kata protes tanda keberatan.



Itu wajar, karena setelah mengeluarkan mega bonus itu pun, Reebok masih mengantongi laba yang mencuat 28% dari modal. “Inilah impian seperti yang ditawarkan Amerika dan kapitalisme”. Kata Paul Fireman, seperti dikutip majalah Fortune.  “Ketika saya berangkat dewasa, saya kira impian semacam itu sudah tidak berlaku lagi, sudah tak tersisa. Dunia harus tahu, hal itu ternyata masih mungkin terwujud” beliau menambahkan.

Daya pikat dari penerapan program insentif baru tersebut erat kaitannya dengan keperluan meningkatkan daya saing. Program-program tadi tidak hanya mendorong pekerja untuk lebih giat berproduksi, tapi juga menekan tingkat kenaikan upah serta pembayaran lain yang berhubungan dengan upah, dan memungkinkan biaya-biaya kompensasi untuk karyawan naik-turun selaras dengan naik-turunnya dewi fortuna perusahaan.

Di Jepang, para pekerja rata-rata menerima sekitar 25% pembayaran mereka dalam bentuk bonus-bonus yang fleksibel. Di Amerika, rata-ratanya baru 1%. Ekonom dari MIT, Martin Weitzman, percaya penerapan sistem pembayaran yang variabel secara nasional akan menekan tingkat inflasi dan mengurangi pengangguran karena perusahaan akan cenderung mempekerjakan lebih banyak orang dan lebih sedikit memberhentikan karyawan. Beliau menganjurkan sistem pembayaran kompensasi yang luwes hingga mencakup 20% dari total kompensasi yang diberikan kepada seluruh pekerja Amerika.


Need a strategy, guys !!!

Memberikan kontribusi pada pertumbuhan yang luar biasa dari penerapan cara pengupahan yang bervariabel adalah perusahaan-perusahaan Amerika di bidang jasa.


Biaya kompensasi untuk karyawan pada perusahaan-perusahaan penyelenggara jasa dapat mencapai 60% sampai 70% dari total anggaran operasi, kata Om Jerrold Bratkovitch dari Hay Group, perusahaan konsultan penggajian yang juga dipakai oleh beberapa perusahaan besar di Indonesia (terutama PMA Amerika).

Di antara yang menonjol dalam pemakaian sistem kompensasi baru adalah rumah sakit-rumah sakit, perbankan, dan perusahaan jasa yang bersifat padat karya. Banker Trust, contohnya, telah mengurangi tingkat kenaikan gaji dan bersamaan dengan itu meningkatkan sistem pemberian insentifnya.

Uncle Banker Trust (BT) menempuh cara itu untuk berkompetisi dengan lembaga-lembaga yang penuh orang berbakat seperti Goldman Sachs and Salomon Brothers, di mana pembagian bonus-bonus besar sudah sejak lama diterapkan dalam cara kerja mereka.

So, Selamat berjuang sahabat, tetap berusaha dan lakukan yang terbaik semoga sahabat berbagi mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan. Salam silaturahmi dan sukses selalu. Mksh

Sumber Data : Majalah Eksekutif edisi Maret 1989.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2013 Sekedar 'tuk berbagi